Perkawinan
adalah upaya melangsungkan sesuatu yang di sukai Allah SWT, sedangkan
keengganan melakukannya adalah penyia-nyiaan, bahkan perusak sesuatu
yang oleh Allah diperintahkan pemeliharaannya.
Berkata
Abdullah bin abbas, “Takkan sempurna ibadah seorang 'abid (ahli
ibadah) sampai menikah.”. Karena itu pula, Ibn Abbas pernah berkata
kepada beberapa dari para sahayanya, yakni Ikrimah, Kuraib, dan
lainnya, “Jika kalian ingin kawin,akan ku kawinkan kalian.
Ingatlah, apabila hamba berzina, akan tercabutlah iman dari dalam
hatinya.”
Diriwayatkan
bahwa Abdullah bin Mas'ud pernah berkata, “Seandainya tinggal
sepuluh hari saja dari usiaku,niscaya aku ingin tetap kawin. Agar aku
tak menghadap Allah dalam keadaan membujang.”
Dua
orang istri Mu'adz bin Jabal meninggal dunia ketika menjalar wabah
pes,sementara dia sendiri mulai kejangkitan. Pada waktu itu dia
berkata, “Kawinkanlah aku. Aku khawatir akan meninggal dunia dan
menghadap Allah dalam keadaan tak beristri.”
Ucapan
kedua tokoh di atas menunjukkan pandangan mereka tentang besarnya
pahala perkawinan, dan sama sekali bukan karena adanya kekhawatiran
mereka akan bahaya dorongan seksual.
Umar
bin Khathab r.a. dikenal sebagai orang yang sering kawin. Hal ini
dijelaskan dengan ucapannya, “Sebenarnya aku tidak kawin, kecuali
demi memperbanyak keturunanku.”
Seorang
laki-laki menyediakan dirinya untuk menjadi pelayan Rasulullah SAW.
Adakalanya dia bermalam di rumah beliau apabila di butuhkan. Pada
suatu malam, Nabi SAW. Bertanya kepadanya, “ Mengapa anda tidak
kawin saja?” Dia menjawab, “Saya adalah seorang fakir yang tidak
memiliki apa-apa. Dan saya ingin memusatkan diri untuk melayani anda,
ya Rasulullah!”. Mendengar itu beliau tidak mengucapkan sesuatu.
Namun beberapa waktu demikian, beliau mengulangi pertanyaannya, dan
mendengar pula jawaban seperti pertama kali. Kemudian,orang itu
merenung,”Pasti Rasulullah SAW lebih mengetahui sesuatu yang lebih
baik bagiku, untuk duniaku maupun akhiratku, serta apa saja yang
mendekatkanku pada Allah SWT.” Jika beliau menanyakan lagi, akan ku
terima tawarannya.” Tak lama setelah itu, Rasulullah menanyakan
lagi , dan langsung di jawabnya, “Baiklah ya Rasulullah.
Kawinkanlah aku.” Kalau begitu,”ujar beliau, “Pulanglah ke
keluarga si fulan dan katakan kepada mereka bahwa Rasulullah meminta
agar kalian mengawinkan aku dengan putri kalian.” Dia berkata pada
beliau, “Bagaimana aku tak memiliki sesuatu, ya Rasulullah.” Maka
beliau berkata pada para sahabat,”Kumpulkan untuk saudara kalian
ini emas,walau hanya sebiji kurma.” Segera mereka berusaha
mengumpulkannya , lalu mengantarkan orang itu ke tempat keluarga yang
di tunjuk oleh beliau. Mereka pun menerimanya sebagai menantu.
Kemudian Rasulullah SAW. Berkata lagi, “Buatkanlah makanan untuk
walimah.” Dan, para sahabat sekali lagi mengumpulkan uang guna
membeli seekor domba untuk keperluan tersebut.
Demikianlah,
ucapan dan perintah Nabi SAW. Yang berulang-ulang menunjukkan betapa
besarnya keutamaan nikah. Boleh jadi beliau mempunyai firasat tentang
kebutuhan mendesak orang itu untuk kawin.
Dikisahkan
bahwa seorang Abid diantara umat-umat terdahulu telah mengungguli
semua 'abid selainnya, yang sezaman dengannya. Hal itu kemudian di
sampaikan kepada Nabi mereka. Nabi itu berkata ,”Alangkah baiknya
orang itu, sayang dia meninggalkan satu sunnah.” mendengar itu, si
'abid menjadi murung dan segera menanyakan hal itu pada sang nabi.
Jawabnya,”Engkau tak mau kawin.” Orang itu berkata,”Bukannya
aku tak mau kawin, tetapi aku ini seorang miskin yang hidup atas
belas kasihan orang lain.” Nabi itu menjawab, “Kalau begitu,akan
kukawinkan engkau dengan putriku.”
Sungguh
tiada yang menghalangiku untuk kawin kecuali firman Allah SWT., Dan
mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang patut (QS. Al-Baqarah:228)
subhanallah ternyata di balik pernikahan terdapat pahala yang sangat besar.
ReplyDeleteST3 Telkom